BAB 3
ALLAH BAPA
Hari penghakiman yang besar itu dimulai. Takhta yang menyala dengan roda-roda yang berkobar-kobar dengan nyala api enggelinding ke tempatnya. Yang Lanjut Usia menduduki takhta-Nya. Dengan penampilan yang penuh kemuliaan, Ia memimpin engadilan. Kehadiran-Nya yang mempesona itu menyelubungi ruang pengadilan yang sangat luas, dengan hadirin yang sangat banyak. Para saksi yang amat banyak berdiri di hadapan-Nya. Pengadilan sudah diatur, kitab dibuka, dan catatan pemeriksaan hidup manusia
dimulai (Dan. 7:9, 10).
Saat seperti ini telah lama dinantikan oleh penghuni alam semesta. Allah Bapa akan melaksanakan keadilan-Nya terhadap semua orang yang jahat. Pengumuman yang telah diberikan ialah: “Dan keadilan diberikan kepada orang-orang kudus” (Dan. 7:22). Pujipujian yang penuh kegembiraan dan rasa syukur menggema di seluruh surga. Sifatsifat Allah tampak dengan segala kemuliaan-Nya, dan nama-Nya yang ajaib dipertahankan di seluruh alam semesta.
PANDANGAN-PANDANGAN TENTANG BAPA
Seringkali Allah Bapa disalahpahami. Banyak orang yang mengamati dengan cermat misi Kristus ke dunia ini demi umat manusia dan peranan Roh Kudus dalam individu, tetapi apakah yang dilakukan Bapa kepada kita? Apakah Ia, berbeda dengan kemuliaan Anak dan Roh, sama sekali jauh dari dunia kita ini, Tuan tanah yang tidak hadir di tempatnya, Pihak Utama yang tidak tergoyahkan?
Atau apakah Ia, seperti yang dianggap banyak orang mengenai Dia, “Allah Perjanjian Lama”—seorang Tuhan pembalas dendam, yang memiliki sifat dan keputusan “mata ganti mata dan gigi ganti gigi”(Mat. 5:38; dan Kel. 21:24); tepatnya, Allah yang menuntut perbuatan yang harus sempurna— atau sesuatu yang lain!
Allah yang sama sekali berbeda dengan Allah Perjanjian Baru yang dilukiskan begitu penuh kasih sayang, yang menekankan untuk membiarkan pipi sebelah-menyebelah ditampar dan juga supaya berjalan dua mil seperti yang terdapat dalam Mat. 5:39-41.
ALLAH BAPA DALAM PERJANJIAN LAMA
Kesatuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan kesamaan rencana penebusan, dinyatakan oleh fakta bahwa Allah yang sama jualah yang berbicara dan bertindak, baik dalam Perjanjian Lama dan Baru, untuk keselamatan umat-Nya. “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali, dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia, Allah telah menjadikan alam semesta” (Ibr. 1:1, 2). Walaupun Perjanjian Lama menyinggung Pribadi-pribadi Keallahan, itu bukan berarti membedakan Mereka. Bahkan Perjanjian Baru membuat jelas bahwa Kristus, Anak Allah, adalah pribadi yang aktif dalam Penciptaan (Yoh. 1:1-3, 14; Kol. 1:16) dan Dialah Allah yang menuntun Israel keluar dari Mesir (1 Kor. 10:1-4; Kel. 3:14; Yoh. 8:58).
Apa yang dikatakan Perjanjian Baru mengenai peranan Kristus dalam Penciptaan dan Keluaran seringkali menyampaikan gambar Allah Bapa kepada kita melalui Allah Anak itu. “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya” (2 Kor. 5:19). Perjanjian Lama melukiskan Bapa dalam istilah berikut:
Allah Penyayang dan Pengasih. Tidak ada manusia berdosa yang pernah melihat wajah Allah (Kel. 33:20). Kita tidak memiliki gambar wajah-Nya atau wujud-Nya. Allah menyatakan tabiat-Nya melalui perbuatan-Nya yang penuh murahan dan melalui gambaran yang diumumkan-Nya kepada Musa: “Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anakanaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat” (Kel. 34:6, 7; bandingkan Ibr. 10: 26, 27). Namun demikian, kemurahan bukanlah pengampunan yang buta, melainkan dituntun oleh prinsip keadilan. Barangsiapa yang menolak kemurahan-Nya akan menuai hukuman atas dosa-dosanya.
Di Bukit Sinai Tuhan Allah menyatakan kerinduan-Nya menjadi sahabat bagi bangsa Israel, agar senantiasa .bersama-sama mereka. Ia berkata kepada Musa, “Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam. di tengah-tengah mereka” (Kel. 25:8). Karena tempat itulah tempat Allah di atas dunia ini, maka kaabah menjadi titik pusat pengalaman ibadah Israel.
Perjanjian Allah. Untuk menciptakan hubungan yang kekal dengan umat-Nya, Tuhan Allah mengadakan perjanjian yang kudus dengan mereka, misalnya dengan Nuh (Kej. 9:1-17) dan Ibrahim (Kej. 12:1-3, 7; 13:14-17; 15:1, 5, 6; 17:1-8; 22:15-18; lihat bab 7 buku ini). Perjanjian ini menunjukkan satu pribadi, Allah yang menaruh kasih dan perhatian kepada keperluan umat-Nya.
Kepada Nuh Ia memberikan jaminan dengan musim yang tetap (Kej. 8:22) dan bahwa tidak akan terjadi lagi air bah yang menutupi seluruh permukaan bumi (Kej. 9:11); dan kepada Ibrahim Ia berjanji akan memberikan sejumlah keturunan yang banyak (Kej. 15:5-7) dan sebuah negeri yang akan didiami oleh keturunannya (Kej. 15:18: 17:8).
Allah Penebus. Sebagaimana halnya Allah yang membawa bangsa Israel keluar, Ia memimpin satu bangsa budak dengan cara yang penuh mukjizat menuju kemerdekaan. Karya penebusan yang agung ini adalah latar belakang seluruh Alkitab Perjanjian Lama dan merupakan sebuah contoh kerinduan-Nya menjadi Penebus bagi kita. Sesungguhnya Allah tidak jauh, bukannya tidak dapat dihampiri, bukan pula sebuah pribadi yang bersikap acuh tak acuh, akan tetapi Seorang Pribadi yang sangat terlibat dalam segala persoalan kita.
Khususnya Mazmur diilhami kedalaman kasih Allah yang turut serta: “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm. 8:4, 5). “Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan, kekuatanku! Ya Tuhan, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!”(Mzm. 18:2, 3). “Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas” (Mzm. 22:25).
Allah Tempat Perlindungan. Daud melihat Allah sebagai tempat yang dapat menjadi perlindungan bagi kita—seperti enam kota perlindungan Israel, tempat bernaung pengungsi yang tidak bersalah. Penulis Mazmur menggunakan tema “perlindungan” apabila ia hendak menggambarkan Kristus dan Bapa. Keallahan adalah tempat berlindung. “Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu” (Mzm. 27:5). “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti” (Mzm.46:2). ”Yerusalem, gunung-gunung sekelilingnya; demikianlah Tuhan sekeliling umat-Nya, dari sekarang sampai selama-lamanya” (Mzm. 125:2).
Penulis Mazmur melukiskan kerinduannya terhadap Allah sebagai berikut: ”Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?”(Mzm. 42:2, 3). Dari pengalaman, Daud memberikan kesaksian, “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan
memelihara Engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah” (Mzm. 55:23). “Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita” (Mzm. 62:9)—”Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia” (Mzm. 86:15).
Allah yang Suka Mengampuni. Setelah Daud melakukan dosa zina dan pembunuhan, ia memohon dengan sangat, “Kasihanilah
aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!” “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” (Mzm. 51:3, 12). Ia memperoleh penghiburan melalui jaminan bahwa Allah penuh kemurahan. “Tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anakanaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Mzm. 103:11-14).
Allah Kebajikan. Tuhan Allah “yang menegakkan keadilan untuk orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang yang lapar. Tuhan membebaskan orang yang terkurung, Tuhan membuka mata orang buta, Tuhan menegakkan orang yang tertunduk, Tuhan mengasihi orang benar. Tuhan menjaga orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya” (Mzm. 146:7-9). Betapa besarnya gambaran mengenai Tuhan dilukiskan dalam buku Mazmur!
Allah yang Setiawan. Selain kebesaran Allah, bangsa Israel hampir sepanjang masa menjauh dari Tuhan (Im. 26, Ul. 28). Allah digambarkan mengasihi orang Israel bagai suami yang mengasihi istrinya. Buku Hosea dengan tajam melukiskan kesetiaan Allah di tengah-tengah penolakan dan ketidaksetiaan yang parah. Pengampunan yang terus-menerus yang ditunjukkan Allah memperlihatkan
tabiat-Nya yang menaruh kasih tanpa syarat.
Walaupun Allah membiarkan bangsa Israel mengalami malapetaka yang disebabkan pendurhakaan mereka—dengan menegur jalan-jalan salah yang ditempuh mereka—Ia masih tetap memeluk mereka dengan kemurahan-Nya. Ia memberikan jaminan, “Engkau
hamba-Ku, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau; janganlah takut, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau… dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yes. 41:9, 10). Walaupun mereka tidak setia, Ia tetap memberikan janji dengan penuh belas kasihan, “Tetapi bila mereka mengakui kesalahan mereka dan kesalahan nenek moyang mereka dalam hal berubah setia yang dilakukan mereka terhadap Aku dan mengakui juga bahwa hidup mereka bertentangan dengan Daku, … atau bila kemudian hari mereka yang tidak bersunat itu telah tunduk dan mereka telah membayar pulih kesalahan mereka, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku dengan Yakub; juga perjanjian-Ku dengan Ishak dan perjanjian-Ku dengan Abraham pun” (Im. 26:40- 42; Yer. 3:12).
Allah mengingatkan umat-Nya mengenai tingkah laku perbuatan-Nya yang bersifat penebusan: “Hai Israel, engkau tidak Kulupakan.
Aku telah menghapus segala dosa pemberontakanmu seperti kabut diterbangkan angin dan segala dosamu seperti awan yang tertiup. Kembalilah kepada-Ku, sebab Aku telah menebus engkau!” (Yes. 44:21, 22). Tidaklah mengherankan jika Ia berkata, “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain” (Yes. 45:22).
Allah Keselamatan dan Pembalas. Perjanjian Lama melukiskan Allah sebagai Tuhan yang pembalas, haruslah dilihat dalam konteks pemusnahan umat-Nya yang setia oleh orang jahat. Melalui tema “hari Tuhan” para nabi menunjukkan tindakan-tindakan Tuhan demi kepentingan umat-Nya pada akhir zaman. Inilah hari keselamatan bagi umat-Nya, namun merupakan hari pembalasan atas musuh-musuh mereka yang akan dibinasakan. “Katakanlah kepada orang yang tawar hati: ‘Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!’” (Yes. 35:4).
Allah Bapa. Kepada bangsa Israel, Musa menyatakan Allah sebagai Bapa, yang telah menebus mereka: “Bukankah Ia Bapamu yang menciptakan engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?” (Ul. 32:6). Melalui penebusan, Allah menjadikan Israel sebagai anak-Nya. Yesaya menulis, “Ya Tuhan, Engkaulah Bapa kami” (Yes. 64:8; bandingkan 63:16). Melalui Maleakhi, Allah mengukuhkan, “Aku ini Bapa” (Mal. 1:6). Di manamana, Maleakhi menghubungkan kebapaan Allah atas peran-Nya sebagai Pencipta: “Bukankah kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah menciptakan kita?” (Mal. 2:10). Allah adalah Bapa kita baik melalui Penciptaan maupun penebusan. Betapa kebenaran yang amat mulia!
ALLAH BAPA DALAM PERJANJIAN BARU
Allah Perjanjian Lama tidak berbeda dari Allah Perjanjian Baru. Allah Bapa dinyatakan sebagai Pencipta segala sesuatu, Bapa semua orang percaya yang sejati, dan dalam sebuah perasaan yang unik Bapa dari Yesus Kristus.
Bapa Semua Ciptaan. Paulus mengidentifikasi Bapa, membedakan-Nya dari Yesus Kristus: “Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu, … dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Kor. 8:6 dan Ibr. 12:9; Yoh. 1: 17). Ia memberikan kesaksian, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam surga dan di atas bumi menerima namanya” (Ef. 3:14, 15).
Bapa Semua Orang Percaya. Pada zaman Perjanjian Baru ada hubungan rohani bapa-anak bukan antara Allah dan bangsa Israel melainkan antara Allah dan orang percaya secara individu. Yesus menyediakan penuntun untuk hubungan ini (Mat. 5:45; 6:6-15), yang terselenggara dengan mantap melalui penerimaan orang-orang percaya terhadap Yesus Kristus (Yoh. 1:12, 13).
Melalui penebusan Kristus, orang-orang percaya diangkat menjadi anak-anak Allah. Roh Kudus melengkapi hubungan ini. Kristus datang untuk “menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘Ya Abba, ya Bapa!’” (Gal. 4:5, 6; bandingkan Rm. 8:15, 16).
Yesus Menyatakan Bapa. Yesus, Allah Anak, di dalamnya terdapat pandangan yang paling dalam mengenai Allah Bapa ketika Ia, yang menyatakan, diri Allah sendiri, datang dalam wujud daging (Yoh. 1:1, 14). Yohanes berkata, “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, … Dialah yang menyatakan-Nya” (Yoh. 1:18). Yesus berkata, “Sebab Aku telah turun dari
surga” (Yoh. 6:38); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Mengenal Yesus berarti mengenal Bapa.
Surat-surat yang ditujukan kepada orang-orang Ibrani menekankan pentingnya pernyataan pribadi ini: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala
yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang
segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr. 1:1-3).
1. Allah yang pemberi. Yesus memperlihatkan Bapa-Nya sebagai Allah yang pemberi. Kita melihat pemberian-Nya pada Penciptaan,
di Betlehem dan di Golgota.
Dalam penciptaan, Bapa dan Anak bekerjasama. Allah memberikan hidup kepada kita walaupun mengetahui, bahwa, dengan melakukan hal yang demikian, akan mendatangkan kematian Anak-Nya sendiri.
Di Betlehem, Ia memberikan diri-Nya sendiri sebagaimana Ia memberikan Anak-Nya. Betapa pedihnya pengalaman Bapa ketika Anak-Nya memasuki planet kita yang penuh dengan dosa!Bayangkanlah perasaan Bapa ketika Ia melihat Anak-Nya mempertukarkan kasih dan pujaan para malaikat dengan kebencian orang-orang berdosa; kemuliaan dan kebahagiaan surga dengan jalan kematian.
Akan tetapi di Golgota diberikan kepada kita wawasan paling dalam terhadap Bapa. Bapa yang Ilahi itu, menderita kepahitan karena
dipisahkan dari Anak-Nya—dalam hidup dan kematian—lebih daripada apa yang mungkin dirasakan manusia. Begitulah Ia menderita dengan Kristus. Sebuah kesaksian yang agung yang pernah ada diberikan Bapa! Salib menyatakan—yang tidak mungkin dapat dilakukan yang lain—kebenaran mengenai Bapa.
2. Allah Kasih. Tema yang paling disukai Yesus ialah kelembutan dan kelimpahan kasih Allah. “Kasihilah musuhmu,” kata-Nya, “berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat. 5:44, 45). “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk. 6:35, 36).
Waktu Yesus merendahkan diri sambil membasuh kaki orang yang akan mengkhianati-Nya, Yesus menyatakan sifat Allah yang penuh belas kasihan. Apabila kita melihat Kristus memberi makan orang yang lapar (Mrk. 6:39-44; 8:1-9), menyembuhkan pendengaran orang yang tuli (Mrk. 9:17-29), membuat yang bisu berbicara (Mrk. 7:32-37), membuka mata orang yang buta (Mrk. 8:22-26), menyembuhkan orang yang berpenyakit kusta (Luk. 5:12, 13), menyuruh orang yang lumpuh berdiri dan berjalan (Luk. 5:18-26), membangkitkan orang mati (Mrk. 5:35-43; Yoh 11:1-45), mengampuni orangorang yang berdosa (Yoh. 8:3-11), mengusir Setan (Mat. 15:22-28;17:14-21), kita melihat Bapa berada di tengah-tengah manusia, memberikan hidup-Nya kepada mereka, membebaskan mereka, memberikan pengharapan kepada mereka, dan mengarahkan mereka kepada dunia mendatang yang dibaharui. Kristus mengetahui bahwa dengan menyatakan kasih yang sangat berharga dari Bapa adalah kunci untuk membawa manusia kepada pertobatan (Rm. 2:4).
Tiga dari perumpamaan-perumpamaan Kristus menggambarkan kasih Allah kepada manusia yang telah hilang (Luk. 15). Perumpamaan mengenai domba yang hilang mengajarkan kepada kita bahwa keselamatan datang melalui inisiatif Allah, bukan karena
upaya kita mencari Dia. Sebagaimana seorang gembala mengasihi domba-dombanya dan mempertaruhkan hidupnya apabila ada seekor pun yang hilang, begitulah dalam ukuran yang jauh lebih besar, Allah menunjukkan kasih-Nya terhadap setiap orang yang hilang.
Perumpamaan ini juga memiliki makna kosmis—domba yang hilang itu menggambarkan dunia kita yang memberontak, tak lebih dari sebuah atom di alam semesta Allah yang mahaluas. Pemberian Allah yang sangat berharga itu yakni Anak-Nya yang tunggal untuk membawa kembali planet kita ke dalam kawanan itu menunjukkan bahwa dunia kita yang sudah hilang ini cukup berharga bagi-Nya sebagai bagian dari penciptaan-Nya.
Perumpamaan mengenai keping perak yang hilang menekankan betapa besarnya nilai yang diberikan Allah kepada kita yang berdosa. Begitu pula perumpamaan mengenai anak yang hilang menunjukkan kasih Bapa yang berkelimpahan, yang menyambut baik: anak-anak yang menyesali perbuatannya. Jika di surga ada suatu kegembiraan yang besar karena seorang yang berdosa yang bertobat (Luk. 15:7), bayangkanlah betapa gembiranya alam semesta pada waktu kedatangan Tuhan kita yang kedua kalinya.
Perjanjian Baru menyatakan dengan jelas keterlibatan Bapa yang sangat akrab dalam soal kembalinya Anak-Nya. Pada hari kedatangan Kristus yang kedua kali orang-orang jahat akan berseru kepada gununggunung dan bukit batu, “Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu” (Why. 6:16). Yesus berkata, “Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya” (Mat. 16:27), dan “kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit” (Mat. 26:64).
Dengan hati yang penuh kerinduan Bapa mengantisipasi hari Kedatangan Kristus yang kedua kali, saat orang-orang yang ditebus pada akhirnya akan dibawa ke rumah mereka yang abadi. Dengan demikian, mengutus Anak-Nya “yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya” (1 Yoh. 4:9) nyatalah tidak akan sia-sia. Hanyalah yang tidak dapat diduga, kasih yang tidak mementingkan diri menjelaskan mengapa, walaupun kita musuh masih juga kita “diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya”(Rm. 5:10). Bagaimanakah kita akan menolak kasih yang demikian dan gagal mengakui Dia sebagai Bapa kita?